【Work & Life in Japan Vol. 13】Memanfaatkan keahlian khusus yang didapat di universitas Taiwan dan MBA Jepang untuk bekerja di Jepang

  • 24 Des 2020
  • 12 Jan 2021
  • Monique Lu
  • Pauli

Taiwan dengan jumlah populasi sekitar 23 juta orang. Pada tahun 2019, total 4,89 juta orang, seperlima dari total populasi, telah mengunjungi Jepang. Konon kabarnya ada keluarga paling pro-Jepang, memberi sumbangan "Donasi adalah 25 miliar yen, yang merupakan yang terbesar di dunia" yang dikirim untuk korban Gempa Bumi Besar Jepang Timur. Kali ini mari kita perkenalkan kisah Vince yang berasal dari Taiwan dan telah berada di Jepang selama 7 tahun!

Mulai tertarik belajar Bahasa Jepang berkat menonton Drama Jepang

Saat masih SMP, saya langsung tertarik dengan drama yang diperankan oleh DOMOTO Tsuyoshi dari KinKi Kids. Setelah itu, saya ingin menyanyikan lagu-lagu mereka dan mempelajari 50 suara Jepang secara otodidak. Karena jurusan yang saya ambil di universitas adalah Pariwisata, saya pikir bahasa itu penting selain pengetahuan khusus, dan saya ingin memiliki keahlian lain selain Bahasa Inggris, jadi saya mulai belajar bahasa Jepang di sekolah kursus Bahasa Jepang. Dengan keinginan yang kuat untuk menguasai bahasa Jepang, saya mengikuti Ujian Kemahiran Bahasa Jepang N2 dalam waktu setengah tahun dan mendapat sertifikat N1 dalam satu tahun. Selama di universitas, saya juga memperoleh kualifikasi pemandu wisata dalam bahasa Jepang dan Inggris. Setelah lulus dari universitas, saya bekerja sebagai staf meja depan di hotel. Tidak ada masalah berkomunikasi dengan tamu Jepang. Saat itu, saya tidak berpikir untuk belajar di luar negeri. Faktor penentu terakhir adalah Gempa Bumi Besar Jepang Timur 2011. Dalam cuplikan berita, saya melihat orang-orang Jepang antri berbaris dengan tertib di toko-toko dan pembagian makanan walau dalam waktu yang sulit. Saya sangat terkesan dengan sopan santun mereka hingga ada keinginan untuk mencoba hidup di Jepang.

Tahun 2013 berhenti bekerja dan datang ke Jepang

Saat itu saya lulus untuk mendapatkan beasiswa dari sebuah perguruan tinggi pariwisata, namun saya cukup bimbang karena itu hanya semacam diploma. Akhirnya dengan dukungan keluarga, saya memutuskan untuk menolak beasiswa dan melanjutkan sekolah. Oleh karena itu, saya mendaftar di sekolah bahasa Jepang "Tokyo Japanese Language School (Naganuma School)", yang menyediakan kursus lanutan. Saat belajar di sana, guru saya memberi masukan "Jika kamu tidak ingin menulis disertasi, MBA (Sekolah Pascasarjana Profesional) Jepang juga merupakan pilihan yang baik". Juga dikarenakan ada beberapa sekolah yang hanya menerima orang yang mempunyai pengalaman kerja, yang bisa melamar ke sekolah MBA.

Mahasiswa VS Masyarakat Pekerja -MBA seperti versi masyarakat modern yang direduksi

Saya tertarik dengan marketing, jadi yang terakhir saya pilih adalah "Universitas Aoyama Gakuin" di Omotesando, Tokyo. Lebih jauh lagi, tidak ada jawaban yang benar dalam dunia marketing, jadi menurut saya yang paling penting adalah belajar dari lingkungan sekitar dan trend. Merek-merek terkenal berjejer di Omotesando, dan kamu dapat melihat trend dan hal terbaru dari sini. Selama saya di sekolah, saya sangat sibuk dari hari senin sampai jumat, dari jam 7~ 8 pagi sampai jam 10 malam, karena saya selalu di sekolah dan bahkan ada kelas pada hari Sabtu. Dan juga perlu mempersiapkan tugas sebelumnya. Kalau tidak, saya tidak bisa berpartisipasi dalam diskusi di kelas. Lebih dari separuh teman sekelas saya adalah orang dewasa yang bekerja, dan saya harus belajar keras ketika saya tidak berada di kelas untuk mengejar ketinggalan dengan teman sekelas lainnya. Ini adalah perbedaan besar dari kehidupan siswa yang saya bayangkan.

Di Jepang dibutuhkan waktu untuk mendapatkan tawaran pekerjaan bagi lulusan baru

Di Jepang, mencari pekerjaan untuk lulusan baru membutuhkan banyak waktu. Adapun urutan untuk sampai mendapatkan pekerjaan, pertama-tama adalah mendengarkan penjelasan, kemudian pemeriksaan dokumen CV, dan setelah beberapa wawancara, dan terakhir jika lolos semua, akan mendapatkan posisi pekerjaan. Saya memulai dari pekerjaan umum, dan saya tidak langsung ditugaskan pada pekerjaan yang menarik minat saya. Ini adalah sistem perusahaan Jepang pada umumnya. Untuk kasus saya, dibutuhkan waktu sekitar satu minggu dari wawancara untuk mendapatkan tawaran pekerjaan. Dapat dikatakan bahwa ini tidak biasa di antara perusahaan Jepang. Meskipun saya keahlian saya adalah di bagian marketing, saya pertama kali bergabung dengan departemen teknik setelah bergabung dengan perusahaan. Nantinya, dipindahkan ke departemen konsultasi.

Menggunakan keahlian saya yang didapat di universitas dan MBA untuk bekerja di FUN! JAPAN

Melalui perkenalan seorang profesor MBA, saya mengetahui tentang sebuah perusahaan bernama FUN! JAPAN yang menyebarkan informasi dan liburan di Jepang. Ini persis sama dengan jurusan saya saat di universitas. Saya bertanggung jawab atas periklanan dan marketing di FUN! JAPAN, yang merupakan spesialisasi saya dari MBA. 

Saya pikir dengan bekerja di sini saya dapat memanfaatkan keahlian dan keterampilan saya. Meskipun saya bertanggung jawab atas marketing, saya sesekali sibuk dengan pekerjaan seperti wawancara dan penulisan artikel tentang berbagai daerah di Jepang, dan itu sangat memuaskan.

Masukan buat yang ingin bekerja di Jepang

Bersiap-siaplah dan jangan main-main jika ingin bekerja di Jepang. Pada kenyataannya, walau lulus MBA, pencarian kerja ternyata tidak selalu berjalan dengan lancar. Seorang teman mengatakan kepada saya, "Saya tidak dapat menemukan pekerjaan yang bagus dengan perasaan setengah-setengah." Persaingan dalam masyarakat Jepang sangat ketat, dan terutama untuk orang asing, semua pesaing adalah orang asing yang hebat dan pintar di Jepang. Jika kamu mencoba bekerja di Jepang dengan keinginan setengah-setengah, kamu kemungkinan besar akan frustrasi karena tidak bekerja cukup keras dari yang lain.

Kamu perlu membuat keputusan yang matang dan mempersiapkan diri, jika memutuskan untuk datang ke Jepang, seperti lepas dari kehidupan yang nyaman, dengan berpisah jarak dengan keluarga dan teman, dan lain-lain. Karena, di Jepang terdapat berbagai situasi seperti pengangguran, kekurangan uang, diskriminasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penting untuk membuat networking dengan orang lain, sesuai dengan peribahasa Jepang: “ Tabi wa michizure yo wa nasake/ 旅は道連れ世は情け": Melakukan perjalanan tanpa orang lain terasa hampa. Sama seperti menjalani kehidupan yang panjang di dunia, jadi adalah bijaksana untuk membantu satu sama lain dalam menjalani hidup. Saat hidup di negara asing, saling mendukung dengan sesama teman akan saling menguatkan, jadi sangat penting untuk saling membantu satu sama lain. 

Artikel Terkait

Daftar Isi

Survey[Survei] Liburan ke Jepang







Recommend